Cinta Tak Terpisahkan

0

Nafasku mulai memburu. Kubuka ikatan 'kemben'nya, melemparnya seenaknya, dan menarik kain batik yang membungkus kakinya. Demi Allah, aku tidak pernah lupa untuk berdecak kagum setiap kulihat kakinya yang mulus dan tanpa cacat. Kuciumi pahanya yang mulus, kulihat rona wajahnya memerah, dan bibirnya tergigit oleh giginya yang putih dan kecil-kecil. Sambil tetap menciumi pahanya, kubuka bajuku. Kurasakan setiap getarannya saat kubelai tubuhnya, terasa dingin oleh hembusan angin malam yang menembus jendela. Tanpa menghiraukan sakit di pahaku, kulepas ikatan tali celanaku, dan kubuka rompi batik hijau transparan yang dikenakannya. 

Dengan nafas memburu, kubuka pahanya, dan kutekan kejantananku ke lubang kemaluannya. Ngatinah mendesah dan sedikit menjerit.
"Kenapa sayang? Bukankah ini yang selalu ingin kita lakukan, yang selalu kita impikan saat bersama-sama telanjang di balai-balai, saat berduaan di kandang sapi samping rumah Pak Umar."

Gerakan pinggulku semakin cepat, kugeluti leher dan dadanya, menghisap puting susunya, menggigitnya, merasakan setiap cakaran di punggungku dan jambakan di rambutku. Sampai akhirnya tubuhku dan tubuhnya mengejang bersamaan. Kukecup bibirnya, kutelentangkan tubuhku, sejenak menikmati gubuk reotku yang seakan menjadi surga, dan kudekap Ngatinah yang menggelendot kelelahan di dadaku. Ah, betapa indah hidup ini.

======

Baca cerita lengkapnya DISINI

======

.

.



Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)
To Top